Wednesday, February 17, 2016

Halo #SahabatKlubBuku Makassar dan di mana pun berada, sebelumnya di twitter, minca sudah beritahu kabar gembira kan?

Yippiiii, proyek yang dikerjakan oleh admin-admin Klub Buku Makassar akhirnya rampung juga. Proyek ini kayaknya 2-3 tahun deh yah, hihi. Proyek ini diterbitkan secara indi oleh Venda Media dan merupakan proyek pertama dari penerbit tersebut. Meski ini indi, kami semua berharap buku ini setara dengan hasil dari penerbit-penerbit mayor. Dan semoga pembaca dan #SahabatKlubBuku semua suka. Buku ini berisi kumpulan cerpen dan puisi.

Ini adalah penampakan dari sampulnya dan satu contoh dari isi. Keren kan?









Ini nih yang ditunggu-tunggu, minca akan bagikan sneak peek dari Kata Bercerita ini. Taraaaa.


Sinopsis

“Cinta itu sama dengan belajar, kita tidak akan tahu sebelum mencobanya. Setidaknya pernah mencoba dan telah tahu letak salahnya di mana. Semoga hal itu mendewasakan kita.”
- Dhani Ramadhani –

“Adakah yang lebih menyakitkan dari kehilangan? Ada. Yaitu ketika aku kehilangan kemampuan mencinti lagi selain kamu”
- UlangJingga –

“Jika suatu saat aku harus pergi, ingtalah aku akan tetap ada. Aku adlah Polaris yang akan selalu menemani malammu. Bersinanr terang di utara. Menjagamu dari kegelapan, dan petunjuk arahmu jika kau tersesat. Jika suatu saat kau merindukanku, cukuplah memandang ke Utara, aku ada di sana.”
- Dweedy –

Kau, perempuan dengan ribuan kunang-kunang api. Tertidur di atas jalan lalu ikut lelap. Saat kau terbangun, kota ini sudah tak seperti makam.
- Pria Hujan –


TENTANG JANJI YANG BERAT SEBELAH

UlangJingga


Ini tentang hujan, ini tentang aku, tentang kamu dan tentang janji yang berat sebelah.

“Kutunggu kau di warung kopi.” Katamu pada suatu malam lewat sebuah pesan singkat.

Kali ini senyumku yang malu-malu sedang menuntun mengetik sebuah pesan tanda setuju untukmu. Bolehkah kukatakan bahwa hatiku kini begitu nyaman? Atau malah sedang ketar-ketir tak sabar menunggu bertemu dengan matamu. Kau gadis yang diam-diam selalu mencuri perhatianku.

“Oke.” Itu balasan singkat dariku.

Kupastikan malam ini aku tak akan bisa tidur nyenyak, bagaimana bisa? Karena aku selalu membayangkan bagaimana dan seperti apa ketika kita bertemu nanti. Pada langit-langit kamar kulempar senyum yang begitu setia malam ini. Ah, kau gadis yang membuatku merajut mimpi begitu tinggi.

....

“Rapi sekali? Mau kemana?” Tanya seorang teman sekamar.

            Hanya melempar senyum, lalu aku meraih sebuah helm dari atas lemari pakaian. Senyum penuh “kode” kata seorang teman. Kukenakan helm dan kukendarai motor butut yang menemani sudah sekian tahun di kota rantau ini. Kusengaja laju mesin kupelankan, sementara orang-orang semakin mempercepat laju kendaraannya. Hanya hujan, hingga membuat mereka begitu takutnya. Tapi tidak untukku, aku ingin menikmati hujan rintik kali ini. Kubiarkan tiap rintik hujan membelai tubuhhku, toh hujan kali ini adalah hujan yang asing. Hujan di penghujung agustus di kala musim kemarau masih berjaya.

            Ada perasaan tak sabar namun aku juga tak ingin mempercepat laju motor, seperti hendak menata debar dulu hingga di depannya aku tidak terlihat seperti orang aneh. Ini perasaan lain yang tumbuh di sekitar jantungku, debarannya seringkali membuatku tersentak bahkan ketika hanya membayangkan senyumnya. Di sepanjang jalan aku hanya menerka-nerka bagaimana ekspresi dia ketika melihatku. Dan bagaimana aku ketika sudah di hadapannya. Ini sungguh keterlaluan menurutku, keterlaluan karena aku sama sekali tak bisa bersembunyi bahwa janji pertemuan kali ini adalah janji yang berat sebelah.


*******

Cerita Kita
Dhani Ramadhani

Sayang sudahlah berakhir semua, cerita kita yang dulu indah terasa. Jangan kau teteskan air mata. Mungkin inilah jalan untuk kita berdua, sudah tak perlu engkau sesali. Semua ini tak akan berubah.
....

Kemacetan di kota Makassar ini tak lagi semenyenangkan ketika aku baru resmi bersamanya. Melewati macet sungguh menyenangkan karena bisa bersamanya lebih lama, memeluknya dari belakang dijok motor.
Kini, kemacetan kota ini sama menyesakkannya dengan hatiku. Asap-asap knalpot yang dulu tidak pernah kuhiaraukan kini serasa mencekik keras leherku. Benar-benar ingin sampai di rumah lebih cepat dan membuang diri ke kasur dan melampiaskan amarah dengan menangis sambil tengkurap. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras ke atas sehingga poniku tersibak berkali-kali. Bukan, bukan karena kemacetan ini utamanya. Tapi beban di hatiku memuncak ingin keluar, ingin keluar lewat mulut berupa cacian dan ingin keluar lewat mata menjadi tangis. Seperti di dunia kartun, seorang tokoh kartun jika marahnya mulai memuncak, maka dari kedua telinganya akan keluar kepulan asap. Aku pun seperti mengalami hal itu.
Sepanjang perjalanan dari Universitas Hasanuddin menuju Sudiang, menyuguhkan kembali memori saat bersamanya. Hati yang patah hati, akan semakin nelangsa ketika harus kembali menyusuri jalan yang pernah dilalui bersama dengan kekasih. Itu sangat menyesakkan asal kamu tahu. Rasanya airmataku hendak melompat, namun segera kukuatkan hati bahwa aku bisa melewatinya. Meski jalan raya dan angkot yang kutumpangi ini seperti berubah menjadi wahana roller coaster yang memutar kembali cerita perjalanan. Mengerikan.
*******

POLARIS
Dweedy

Aku membuang pandanganku ke luar jendela pete-pete yang aku tumpangi. Memandangi kendaraan yang melaju dan kerlap-kerlip lampu kota ini, kota kelahiranku. Aku berpikir, mengapa aku tidak pernah punya keberanian untuk meninggalkan kota ini? Mencari kehidupan di tempat lain atau hanya sekedar menikmati petualangan, dan berkenalan dengan orang-orang baru. Kemudian aku menatap langit di atas sana. Gelap dan tanpa bintang. Rasanya sudah lama aku tak dapat melihat bintang lagi di sini. Makassar sudah terlalu di padati manusia. Manusia-manusia yang menyebabkan polusi cahaya, menutupi keelokan bintang. Sang bintang tidak mampu lagi bersaing dengan gemerlap kota ini. Menghela nafas, aku memasang headset di telingaku. Sebuah lagu dari Lady Antebellum; Dancing Away With My Heart, mengalun sendu...

"I haven't see you in ages
Sometimes I find my self wondering where you are
for me you'll always be eighteen and beutiful
and dancing away with my heart"

Sedang apa kau di sana?
Masihkah kau mengingatku?
Apakah kau baik-baik saja? Kau bahagia?

Berbagai pertanyaan tentangmu berkecamuk di kepalaku. Tak kuasa setetes air mata jatuh dan membasahi pipiku... Mengapa kau pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal?
*******


Perempuan dan Kunang-kunang
Pria Hujan

Kilau cahaya perlahan meredup di balik tembok putih
Setitik cahaya kerlip perlahan merayap
Dari sudut kota kelam dan cahaya temaram

Perempuan dengan cahayanya sendiri
Mengoyak malam suram dari para penguasa yang lelap
Berjalan di atas trotoar berdebu, kau tak hanya diam

……….

*******

Gimana, gimana #SahabatKlubBuku?
Mau miliki Kata Bercerita yang ditulis oleh admin-admin Klub Buku Makassar? Bisa PO loh ke minca langsung mention atau DM saja yah.
Dan pssttttttt, minca bakal adakan giveaway buat kalian #SahabatKlubBuku. Nantikan yah!







Salam,

Minca ;-)


0 comments:

Post a Comment