Halo #SahabatKlubBuku Makassar dan di mana pun berada, sebelumnya di
twitter, minca sudah beritahu kabar gembira kan?
Yippiiii, proyek yang dikerjakan oleh admin-admin Klub Buku Makassar
akhirnya rampung juga. Proyek ini kayaknya 2-3 tahun deh yah, hihi. Proyek ini
diterbitkan secara indi oleh Venda Media dan merupakan proyek pertama dari
penerbit tersebut. Meski ini indi, kami semua berharap buku ini setara dengan
hasil dari penerbit-penerbit mayor. Dan semoga pembaca dan #SahabatKlubBuku
semua suka. Buku ini berisi kumpulan cerpen dan puisi.
Ini adalah penampakan dari sampulnya dan satu contoh dari isi. Keren
kan?
Ini nih yang ditunggu-tunggu, minca akan bagikan sneak peek dari Kata
Bercerita ini. Taraaaa.
Sinopsis
“Cinta itu sama dengan belajar, kita tidak akan tahu sebelum mencobanya.
Setidaknya pernah mencoba dan telah tahu letak salahnya di mana. Semoga hal itu
mendewasakan kita.”
- Dhani Ramadhani –
“Adakah yang lebih menyakitkan dari kehilangan? Ada. Yaitu ketika aku
kehilangan kemampuan mencinti lagi selain kamu”
- UlangJingga –
“Jika suatu saat aku harus pergi, ingtalah aku akan tetap ada. Aku adlah
Polaris yang akan selalu menemani malammu. Bersinanr terang di utara. Menjagamu
dari kegelapan, dan petunjuk arahmu jika kau tersesat. Jika suatu saat kau
merindukanku, cukuplah memandang ke Utara, aku ada di sana.”
- Dweedy –
Kau, perempuan dengan ribuan kunang-kunang api. Tertidur di atas jalan
lalu ikut lelap. Saat kau terbangun, kota ini sudah tak seperti makam.
- Pria Hujan –
TENTANG JANJI YANG BERAT SEBELAH
UlangJingga
Ini tentang
hujan, ini tentang aku, tentang kamu dan tentang janji yang berat sebelah.
“Kutunggu
kau di warung kopi.” Katamu pada suatu malam lewat sebuah pesan singkat.
Kali ini senyumku yang malu-malu sedang
menuntun mengetik sebuah pesan tanda setuju untukmu. Bolehkah kukatakan bahwa
hatiku kini begitu nyaman? Atau malah sedang ketar-ketir tak sabar menunggu
bertemu dengan matamu. Kau gadis yang diam-diam selalu mencuri perhatianku.
“Oke.”
Itu balasan singkat dariku.
Kupastikan malam ini aku tak akan bisa
tidur nyenyak, bagaimana bisa? Karena aku selalu membayangkan bagaimana dan
seperti apa ketika kita bertemu nanti. Pada langit-langit kamar kulempar senyum
yang begitu setia malam ini. Ah, kau gadis yang membuatku merajut mimpi begitu
tinggi.
....
“Rapi
sekali? Mau kemana?” Tanya seorang teman sekamar.
Hanya melempar senyum, lalu aku
meraih sebuah helm dari atas lemari pakaian. Senyum penuh “kode” kata seorang
teman. Kukenakan helm dan kukendarai motor butut yang menemani sudah sekian
tahun di kota rantau ini. Kusengaja laju mesin kupelankan, sementara
orang-orang semakin mempercepat laju kendaraannya. Hanya hujan, hingga membuat
mereka begitu takutnya. Tapi tidak untukku, aku ingin menikmati hujan rintik
kali ini. Kubiarkan tiap rintik hujan membelai tubuhhku, toh hujan kali ini
adalah hujan yang asing. Hujan di penghujung agustus di kala musim kemarau
masih berjaya.
Ada perasaan tak sabar namun aku
juga tak ingin mempercepat laju motor, seperti hendak menata debar dulu hingga
di depannya aku tidak terlihat seperti orang aneh. Ini perasaan lain yang
tumbuh di sekitar jantungku, debarannya seringkali membuatku tersentak bahkan
ketika hanya membayangkan senyumnya. Di sepanjang jalan aku hanya menerka-nerka
bagaimana ekspresi dia ketika melihatku. Dan bagaimana aku ketika sudah di
hadapannya. Ini sungguh keterlaluan menurutku, keterlaluan karena aku sama
sekali tak bisa bersembunyi bahwa janji pertemuan kali ini adalah janji yang
berat sebelah.
*******
Cerita
Kita
Dhani
Ramadhani
Sayang
sudahlah berakhir semua, cerita kita yang dulu indah terasa. Jangan kau
teteskan air mata. Mungkin inilah jalan untuk kita berdua, sudah tak perlu
engkau sesali. Semua ini tak akan berubah.
....
Kemacetan di kota
Makassar ini tak lagi semenyenangkan ketika aku baru resmi bersamanya. Melewati
macet sungguh menyenangkan karena bisa bersamanya lebih lama, memeluknya dari
belakang dijok motor.
Kini, kemacetan kota
ini sama menyesakkannya dengan hatiku. Asap-asap knalpot yang dulu tidak pernah
kuhiaraukan kini serasa mencekik keras leherku. Benar-benar ingin sampai di
rumah lebih cepat dan membuang diri ke kasur dan melampiaskan amarah dengan
menangis sambil tengkurap. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya
dengan keras ke atas sehingga poniku tersibak berkali-kali. Bukan, bukan karena
kemacetan ini utamanya. Tapi beban di hatiku memuncak ingin keluar, ingin
keluar lewat mulut berupa cacian dan ingin keluar lewat mata menjadi tangis. Seperti
di dunia kartun, seorang tokoh kartun jika marahnya mulai memuncak, maka dari
kedua telinganya akan keluar kepulan asap. Aku pun seperti mengalami hal itu.
Sepanjang perjalanan dari
Universitas Hasanuddin menuju Sudiang, menyuguhkan kembali memori saat
bersamanya. Hati yang patah hati, akan semakin nelangsa ketika harus kembali
menyusuri jalan yang pernah dilalui bersama dengan kekasih. Itu sangat
menyesakkan asal kamu tahu. Rasanya airmataku hendak melompat, namun segera
kukuatkan hati bahwa aku bisa melewatinya. Meski jalan raya dan angkot yang
kutumpangi ini seperti berubah menjadi wahana roller coaster yang memutar kembali cerita perjalanan. Mengerikan.
*******
POLARIS
Dweedy
Aku membuang pandanganku ke luar jendela
pete-pete yang aku tumpangi. Memandangi kendaraan yang melaju dan kerlap-kerlip
lampu kota ini, kota kelahiranku. Aku berpikir, mengapa aku tidak pernah punya
keberanian untuk meninggalkan kota ini? Mencari kehidupan di tempat lain atau
hanya sekedar menikmati petualangan, dan berkenalan dengan orang-orang baru.
Kemudian aku menatap langit di atas sana. Gelap dan tanpa bintang. Rasanya
sudah lama aku tak dapat melihat bintang lagi di sini. Makassar sudah terlalu
di padati manusia. Manusia-manusia yang menyebabkan polusi cahaya, menutupi
keelokan bintang. Sang bintang tidak mampu lagi bersaing dengan gemerlap kota
ini. Menghela nafas, aku memasang headset
di telingaku. Sebuah lagu dari Lady
Antebellum; Dancing Away With My Heart, mengalun sendu...
"I
haven't see you in ages
Sometimes
I find my self wondering where you are
for me
you'll always be eighteen and beutiful
and
dancing away with my heart"
Sedang apa kau di sana?
Masihkah kau mengingatku?
Apakah kau baik-baik saja? Kau bahagia?
Berbagai pertanyaan tentangmu berkecamuk di
kepalaku. Tak kuasa setetes air mata jatuh dan membasahi pipiku... Mengapa kau
pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal?
*******
Perempuan dan
Kunang-kunang
Kilau
cahaya perlahan meredup di balik tembok putih
Setitik
cahaya kerlip perlahan merayap
Dari
sudut kota kelam dan cahaya temaram
Perempuan
dengan cahayanya sendiri
Mengoyak
malam suram dari para penguasa yang lelap
Berjalan
di atas trotoar berdebu, kau tak hanya diam
……….
*******
Gimana, gimana
#SahabatKlubBuku?
Mau miliki Kata Bercerita
yang ditulis oleh admin-admin Klub Buku Makassar? Bisa PO loh ke minca langsung
mention atau DM saja yah.
Dan pssttttttt, minca bakal
adakan giveaway buat kalian #SahabatKlubBuku. Nantikan yah!
Salam,
Minca ;-)
0 comments:
Post a Comment